Prolog
Di ujung ruangan yang remang-remang, aku terbangun.
Pemandangan yang sudah bosan kulihat membentang di depan mataku.
Ah... ini sudah hari keberapa, ya?
Tiba-tiba, pikiran itu terlintas.
Karena diriku terikat, aku tidak bisa bergerak bebas.
Di ujung ruangan yang remang-remang dan dingin ini.
Aku tidak bisa meminta pertolongan.
Dan hari ini pun, aku hanya menunggu satu hari yang terasa abadi, di mana aku hanya akan terus dihisap Magic Power-ku.
Sambil tanpa henti berdoa agar bantuan datang.
Tidak, salah.
Aku sudah menyerah.
Aku berhenti menghitung sudah hari keberapa ini.
Berapa hari telah berlalu pun, kini aku sudah tidak tahu lagi.
Terus seperti ini, sebagai alat yang harus mengaktifkan sihir tanpa henti, bahkan kematian pun tak diizinkan...
Tempat ini benar-benar neraka dunia, sesuai namanya.
"Seri... on..."
Dengan suara serak, aku menggumamkan nama yang kurindukan itu.
Aku menyeringai pahit pada diriku sendiri, yang bahkan dalam situasi seperti ini masih mengkhawatirkan apakah dia baik-baik saja sekarang.
Di ruangan yang diselimuti keheningan, hanya desah napas tipisku, yang terdengar mengejek diri sendiri, yang menggema.
Namun, suatu hari...
Neraka duniaku itu menemui saat kehancuran bersamaan dengan runtuhnya langit-langit.
Itu datang tanpa peringatan apa pun.
Sebuah kejadian yang tiba-tiba.
Dan aku diselamatkan.
—Oleh seorang Penyihir Putih tak bernama bernama Lloyd—


Post a Comment