Chapter 1
Reinkarnasi Menjadi Antagonis
"..."
"Ini
langit-langit yang asing," gumamku mengucapkan kalimat klise tersebut,
lalu aku bangkit dari tempat tidur.
Kepalaku
berdenyut-denyut. Rasa sakit seperti nyeri otot menjalari setiap persendian di
tubuhku. Sebenarnya, apa yang terjadi padaku?
"......... Tunggu, di mana ini? Ini bukan kamarku, kan?"
Aku
melihat sekeliling ruangan dan tanpa sengaja bergumam sendiri.
Kamar
tempat aku terbangun adalah ruangan bergaya Barat, tampak seperti kamar hotel
mewah. Tempat tidurnya cukup lebar hingga lima atau enam orang bisa berbaring
di sana, dan lemari pakaian serta meja memiliki desain yang terasa sangat
mahal.
Pandanganku
turun, dan yang kulihat adalah penampilanku sendiri. Bukan jumpsuit yang
kugunakan sebagai pakaian tidur sejak masa SMA. Aku hanya mengenakan celana
dalam, dan tubuh bagian atasku telanjang.
"Hm...?"
Sejak kapan aku
memiliki tubuh yang kurus berotot seperti ini?
Meskipun terlihat
ramping, otot-otot yang terbentuk sempurna menempel dengan kuat, dan perutku
bahkan terbagi menjadi enam kotak.
"Jangan-jangan... Ah, tidak, ini pasti bercanda,
kan?"
Di tahap ini, aku
mulai menyadari situasi yang menimpaku.
Ini yang disebut
'itu'. Bukankah ini hal yang klise dalam light novel atau novel online?
Aku
menemukan cermin tergantung di dinding kamar. Aku berdiri dari tempat tidur,
mencambuk tubuhku yang terasa sakit berdenyut, dan berdiri di depan cermin.
"............!"
Yang
terpantul di cermin adalah seorang pemuda berambut hitam.
Dia
adalah pria tampan bergaya Barat dengan hidung mancung, tetapi tatapan matanya
sangat tajam, dan warna matanya merah seperti darah. Wajahnya seperti vampir
dalam film. Kesan yang kuat adalah menyeramkan dan mengerikan, alih-alih
tampan.
Aku tidak
mengenali wajah ini. Lagipula, aku adalah karyawan biasa yang lahir dan besar
di Jepang. Wajahku sama sekali tidak seperti wajah penjahat, seolah aku adalah
pewaris mafia.
"Tunggu...
pewaris mafia?"
Dari kata
yang terlintas dalam pikiranku, aku menyadari bahwa aku pernah melihat wajah di
cermin ini. Aku mati-matian
mencari dalam lautan ingatan, dan riwayat hidupku muncul secara berantai.
Aku
pernah berada di Jepang. Berusia sekitar awal tiga puluhan dan seorang pekerja
kantoran. Hobiku adalah game.
Ingatan
terakhir yang kuingat adalah... pulang larut malam setelah selesai bekerja,
dengan tubuh yang kelelahan. Aku terus-menerus lembur hingga tubuhku terasa
seperti timah.
Sudah
seminggu aku tidak pulang, karena terus-menerus tidur di kantor. Setelah
berendam di bak mandi untuk pertama kalinya setelah sekian lama, aku menghela
napas, bertanya-tanya mengapa aku bekerja di perusahaan Black Company itu, lalu
meneguk bir... dan setelah itu, ingatanku terputus.
Mungkin, aku
sudah mati setelah itu.
Stroke atau
infark miokard. Atau mungkin kelelahan berlebihan. Aku sudah mencapai usia di
mana penyakit gaya hidup mulai mengkhawatirkan.
Pekerjaan yang
berat terus berlanjut, dan aku pikir wajar saja jika tubuhku hancur kapan saja.
Mungkin aku
meninggal di rumah sendirian dan mengalami 'itu' yang familier di light
novel... yaitu, reinkarnasi?
"Astaga... seriusan? Aku, tidak... Mungkinkah wajah
ini...!?"
Setelah mencari-cari ingatan selama beberapa saat, aku
akhirnya menyadari identitas orang yang terpantul di cermin.
"Wajah penjahat yang seolah mencampurkan semua
kedengkian dunia ini... Mungkinkah aku bereinkarnasi menjadi Xenon
Baskerville!?"
Xenon Baskerville.
Dia adalah sosok terkutuk bagi diriku di kehidupan
sebelumnya. Musuh yang paling kubenci. Nama antagonis yang mencemarkan game
dewa Dungeon Brave Soul yang sangat kucintai.
Kenapa aku tidak menyadarinya secepat ini? Tidak mungkin ada
dua wajah sejahat ini di seluruh dunia.
Mungkin aku telah mengunci ingatanku agar tidak mengingat trauma yang ditanamkan oleh pria ini.
"Kenapa...
kenapa harus bereinkarnasi menjadi dia, dari semua orang di dunia ini...!"
Aku diserang oleh
amarah yang membara dan mengepalkan tinjuku.
Kenapa harus
Xenon Baskerville, dari semua orang? Kejahatan apa yang kulakukan di kehidupan
sebelumnya sampai-sampai aku terlahir kembali sebagai pria yang paling kubenci?
Kemarahan dan
kejengkelan melonjak seperti magma, dan wajah Xenon di cermin pun terdistorsi
seperti iblis.
Kalau
memang harus bereinkarnasi, aku ingin menjadi Leon Brave, sang tokoh utama!
Aku ingin
menjalin cinta dengan banyak heroine dan membangun harem!
Saat aku
meneriakkan jeritan jiwa seperti itu, pintu kamar diketuk dengan hati-hati.
Sebelum aku sempat menjawab, pintu itu terbuka dengan bunyi klek.
"Permisi.........
eh?"
"Hah?"
Yang
masuk adalah seorang wanita muda berbusana maid. Usianya mungkin sekitar pertengahan dua puluhan.
Rambutnya yang keunguan diikat di atas kepala, dan wajahnya sangat cantik
terawat.
Maid itu membelalakkan matanya dan membeku
saat melihatku yang berdiri di depan cermin, tetapi... wajahnya langsung pucat
pasi.
"Mohon
maafkan saya! Saya sungguh minta maaf karena masuk kamar tanpa izin!"
Dia membungkuk
dengan tiba-tiba dan dalam, hingga punggungnya membentuk sudut siku-siku.
"Biasanya,
meskipun saya ketuk dari luar, Anda tidak akan bangun, jadi tanpa sadar saya
masuk tanpa izin! Mohon ampunilah saya!"
"Ah, err..."
Aku merasa
bingung dan wajahku tegang melihat maid yang meminta maaf dengan putus
asa itu.
Rupanya Xenon
sangat ditakuti oleh para pelayan. Memang pantas untuk seorang antagonis legendaris. Pria perenggut wanita
yang mengguncang industri game.
Aku, yang
terkejut dengan kedatangan maid yang tiba-tiba ini, tanpa sengaja
kehilangan kata-kata. Rupanya wanita itu menganggap reaksku ini sebagai hal
yang buruk. Dia mengangkat wajahnya dengan ekspresi penuh tekad.
"...Saya
akan menerima hukuman atas kelancangan saya. Maafkan karena mengotori pandangan
Anda."
"Uwah!?"
Seolah
sudah mengambil keputusan, maid itu melepaskan apronnya dan mulai
membuka kancing blusnya. Di depanku yang terpaku karena striptease yang
tiba-tiba ini, maid itu membuka bagian atas pakaiannya dan menempelkan
kedua tangannya ke dinding.
"..."
"...Silakan.
Hukumlah saya seperti biasa. Saya sudah siap."
"Kau, luka
itu...!"
Di punggung maid
yang setengah telanjang itu terdapat banyak memar biru. Bekas luka itu tampak
seperti bekas cambukan, dan bilur-bilur menyakitkan merayapi berbagai bagian
kulitnya yang putih.
"Seperti
biasa... katamu?"
Jangan-jangan,
Xenon secara rutin melakukan kekerasan pada maid ini?
Melepas
pakaiannya, membiarkan punggungnya telanjang, lalu mencambuknya?
Aku hampir
berteriak karena marah, tetapi berhasil menahan gejolak emosiku tepat pada
waktunya. Jika aku ribut di sini, aku akan dicurigai.
Aku menarik napas
perlahan untuk menekan perasaanku yang bergejolak, mengambil jubah yang
tergantung di kursi, dan menyampirkannya di punggung maid.
"...Tuan
Xenon?"
Maid itu menoleh sambil mengeluarkan suara
penuh kecemasan. Aku menundukkan pandangan agar dia tidak melihat wajahku, dan
berkata dengan nada kasar.
"...Aku
tidak akan menghukummu. Cepat pakai bajumu."
"Eh? Tapi,
biasanya Anda akan mencambuk setidaknya sepuluh kali..."
"Jangan buat
aku mengulanginya! Aku tidak akan memukulmu karena hal seperti itu, jadi pakai
bajumu!"
"Hikk... B-baik! Saya akan segera berpakaian!"
Maid itu mengenakan pakaiannya sambil melirik wajahku
dengan ketakutan.
Aku mengalihkan pandanganku dari tubuhnya yang indah, dan
menggunakan waktu ini untuk mengenakan pakaianku sendiri. Untungnya, ada
pakaian pria yang tergeletak di lantai. Pakaian yang didominasi warna hitam itu
adalah kostum 'Xenon' persis seperti yang kulihat di game.
"Saya sudah siap. Saya sudah berpakaian... apa yang
harus saya lakukan selanjutnya?"
Wanita yang telah mengenakan seragam maid dengan rapi
itu bertanya.
Sekali lagi kupikir, dia adalah wanita cantik yang luar
biasa. Aku tidak ingat game ini menampilkan wanita secantik ini,
mungkinkah wanita sekaliber ini hanya menjadi mob (karakter figuran)?
"Ah... kau, hari ini tanggal berapa, bulan apa,
tahun berapa?"
Setelah memastikan wanita itu selesai berpakaian, aku
membuka mulut.
Sejujurnya aku ingin menanyakan namanya, tetapi itu bisa
mengungkapkan bahwa aku bukan Xenon. Aku menanyakan tanggal hari ini sambil
mengaburkan kata-kataku.
"Um... hari ini tanggal 5 April, tahun 101 Slayer's
Calendar...?"
Maid itu sedikit terkejut, tetapi segera
menjawab pertanyaanku.
Bukan Masehi atau Reiwa, tetapi Slayer's Calendar. Ya,
sudah pasti ini adalah dunia Danbure.
"Tanggal 5 April tahun 101, kalau tidak salah..."
Itu adalah tanggal yang tidak akan kulupakan. Hari itu
adalah hari di mana Leon Brave, tokoh utama Danbure, masuk ke Royal Sword
Magic Academy di ibukota kerajaan.
Bagiku, yang sudah menamatkan semua main scenario, individual
ending para heroine, dan bahkan sub heroine route yang
dirilis belakangan sebagai side scenario, tanggal ini begitu berkesan
sampai aku bisa mengingat waktu upacara penerimaan murid baru.
"Hmm... berarti, aku juga akan masuk akademi
hari ini?"
"Ya. Hari ini adalah upacara penerimaan Tuan
Xenon..."
Maid itu dengan patuh menjawab gumamanku.
Xenon Baskerville
adalah teman sekelas Leon. Tentu saja, mereka akan masuk akademi pada hari yang
sama.
Aku melirik jam.
Jarum pendek jam pendulum setinggi diriku menunjuk angka enam. Upacara
penerimaan dimulai pukul sembilan, jadi masih ada banyak waktu.
"Tuan
Xenon... apakah mungkin Anda akan libur latihan pagi hari ini?"
"Latihan?"
"Ya, karena
Anda melakukannya setiap pagi tanpa henti, saya pikir Anda akan bangun pada
waktu yang sama seperti biasanya..."
"Setiap pagi
tanpa henti... aku?"
Aku berkedip
karena terkejut mendengar kata-kata maid itu.
Aku tidak
menyangka Xenon Baskerville memiliki sisi pekerja keras seperti itu.
Memang benar,
Xenon yang muncul di Danbure 2 adalah murid teladan dengan prestasi terbaik
kedua di angkatannya.
Dalam bagian
pertarungan, ia memiliki job serba guna yang menunjukkan performa
tinggi, menjadikannya salah satu yang terkuat, tanpa ada musuh selain tokoh
utama dan Raja Iblis.
Bahwa di balik
kekuatannya ada akumulasi kerja keras seperti itu... seharusnya tidak ada
deskripsi seperti itu di Danbure 2.
"Ada apa?
Jika Anda beristirahat dari latihan, saya akan segera menyiapkan sarapan."
"Tidak... Aku akan berlatih seperti biasa. Tempat
latihannya... Ah, antarkan aku."
"Hah? Baik, saya mengerti."
Maid itu memimpin di koridor, meskipun ia memiringkan
kepalanya dengan bingung.
Aku—Xenon Baskerville—berjalan di koridor rumah bangsawan
itu, mengikuti punggung maid, menyembunyikan rasa tegang.
◆
"Hup... Hup... Hup... Hup..."
Aku menggenggam pedang dan mengayunkannya ke bawah dengan
ritme yang stabil. Pedang logam membelah udara dingin pagi hari, dan suara
desingan tajam bergema di halaman rumah.
Keluarga Baskerville adalah bangsawan tinggi di Slayers
Kingdom yang dianugerahi gelar 'Marquis'. Rumah mereka adalah salah satu
yang terbesar di ibukota, dan halamannya seluas lapangan kecil.
Di sudut halaman yang luas itu, aku mengayunkan pedang tanpa
suara.
Yang
kupegang di tangan kanan adalah pedang yang terbuat dari besi tempa. Karena ini
adalah pedang tiruan untuk latihan, bilahnya tampak tumpul.
"Hup... Hup... Hup... Hup... Hunn!"
Aku mengerahkan seluruh kekuatan tubuhku dan mengayunkan
pedang ke bawah. Terdengar suara zbaam yang lebih keras, dan butiran
keringat bertebaran dari ujung rambutku.
Serangan itu adalah serangan yang pasti mematikan, yang
dijamin akan menghabisi musuh jika ada di depanku.
"Aku sudah mulai terbiasa dengan tubuh ini... Sebaiknya
aku sudahi latihannya sampai di sini."
Aku menghela
napas panjang dan menancapkan pedang tiruan itu ke tanah.
Gerakan pedangku
benar-benar seperti seorang ahli, tetapi aku tidak memiliki pengalaman seni
bela diri. Cara menggunakan pedang sudah meresap ke dalam tubuh pria bernama
Xenon Baskerville ini.
Dengan berlatih
seperti ini, aku merasa tubuh Xenon perlahan-lahan mulai terasa nyaman. Setelah
menyelesaikan latihan satu jam, rasanya seolah-olah aku sudah menggunakan tubuh
ini sejak lahir.
"Ngomong-ngomong... Xenon ternyata pekerja keras, ya.
Aku tidak tahu banyak tentang seni bela diri, tapi tidak mungkin mencapai level
ini hanya dengan bakat."
Aku
menatap tangan kananku yang baru saja melepaskan pedang, dan bergumam.
Di tangan
kanan Xenon terdapat beberapa kapalan berdarah, yang jelas menunjukkan bahwa
dia telah berlatih keras setiap hari.
Yang
unggul bukan hanya ilmu pedang. Dia pasti juga telah berlatih sihir dengan
sungguh-sungguh.
"Dark
Bullet."
Aku
menembakkan sihir ke target latihan yang agak jauh. Peluru hitam seukuran
kelereng menembus dan menusuk target.
Xenon
memiliki skill Dark Magic. Dark Magic adalah sihir yang sulit dikuasai,
setara dengan Light Magic, dan pria bernama Xenon Baskerville yang bisa
menggunakannya, pasti telah tekun dalam sihir, bukan hanya pedang.
Mengapa
pria pekerja keras seperti itu memiliki kepribadian menyimpang yang menemukan
kesenangan dalam merebut wanita orang lain? Semakin aku memikirkannya, semakin
banyak pertanyaan yang muncul.
"Aku
tidak tahu kenapa aku menjadi Xenon... tapi aku harus hidup dengan tubuh ini.
Aku harus tahu lebih banyak tentang Xenon."
Meskipun
baru sekitar satu jam sejak aku bereinkarnasi ke dunia game, anehnya aku
tidak lagi memiliki keengganan untuk hidup sebagai Xenon Baskerville.
Apakah ini karena
tubuh dan pikiran menjadi satu setelah berolahraga? Atau, apakah aku menjadi
pasrah seiring berjalannya waktu? Aku mulai memiliki ruang untuk
mempertimbangkan secara positif menjalani kehidupan keduaku sebagai karakter
antagonis.
Lagipula, alasan
aku sangat membenci pria bernama Xenon Baskerville adalah karena Xenon merebut
semua heroine di Danbure 2.
Jika
dipikir-pikir dengan tenang, garis waktu saat ini adalah sebelum upacara
penerimaan akademi dimulai. Dalam game, ini adalah sebelum pembukaan
seri pertama. Xenon belum merebut heroine, jadi tidak ada alasan untuk
membencinya.
Selain itu, jika
aku mengambil alih Xenon, aku bahkan bisa menghindari perkembangan cerita yang
suram yang terjadi di Danbure 2.
Bahkan lebih dari
itu, aku mungkin bisa bekerja sama dengan Leon Brave untuk mengalahkan Raja
Iblis, atau menghindari skenario berbahaya dan menjalani kehidupan akademi yang
damai.
"Tuan Xenon, saya membawakan air."
Saat aku memikirkan rencana masa depanku, maid yang
tadi datang membawa baskom berisi air. Di dalam baskom terdapat kain yang
terendam air, sepertinya untuk menyeka keringatku.
"Ah, terima
kasih. Ini sangat membantu."
Aku menerima
kebaikannya, mengambil kain, dan menyeka wajahku. Airnya cukup dingin dan
terasa nyaman, seolah baru diambil dari sumur.
Aku menyeka
wajah, lengan, dan badanku secara berurutan, dan ketika aku hendak merendam
kain yang kotor karena keringat itu kembali ke dalam air, aku menyadari bahwa maid
itu membelalakkan mata dan membeku.
"...Ada apa?
Kenapa kau membeku?"
"I-itu... Tuan Xenon, mengucapkan terima kasih kepada
saya...!"
"Ah...
begitu. Jadi begitu ya."
Rupanya
Xenon adalah sosok yang sombong, bahkan tidak bisa mengucapkan terima kasih
kepada pelayan. Di bagian itu dia tidak berubah dari game, yang anehnya
membuatku merasa lega.
Maid yang membeku dalam posisi
meletakkan baskom itu bernama Leviena. Dia dipanggil seperti itu oleh pelayan lain saat mengantarku ke tempat
latihan.
Aku menghela
napas pendek dan menatap Leviena yang terkejut tepat di mata.
"Leviena,
pengabdianmu selalu membantuku."
"Hah...?"
"Aku terlalu
malu untuk mengatakannya selama ini, tapi... aku benar-benar berterima kasih
padamu. Aku akan senang jika kau terus mendukungku."
Itu adalah
kalimat yang mustahil diucapkan oleh Xenon Baskerville, perwujudan kejahatan.
Namun, aku bukan
penjahat seperti Xenon. Bahkan jika aku mencoba bertingkah seperti Xenon, cepat
atau lambat aku pasti akan membuat kesalahan.
Kalau begitu,
lebih baik bersikap seolah-olah aku telah berubah hati lebih awal dan menambah
sekutu. Dengan pemikiran itu, aku mengucapkan terima kasih dari lubuk hati.
"Tuan Xenon... Tuan Muda, mengucapkan terima kasih
kepada saya yang rendah ini...!"
Reaksinya sangat
jelas.
Leviena
membelalakkan kedua matanya selebar kelereng, dan kemudian butiran air mata
menetes deras dari sana.
Baskom jatuh dari
tangannya yang gemetar dan air tumpah ke tanah, tetapi dia tidak menyadarinya
dan hanya mengguncangkan bahunya dengan hebat.
"Aah! Hari
ini adalah hari terbaik dalam hidup saya...! Sungguh suatu kegembiraan, sungguh
kebahagiaan...! Akhirnya saya mendapatkan imbalan!"
"K-kau berlebihan... Tidak, aku yang salah karena tidak
berterima kasih, jadi tidak apa-apa. Tolong terus bantu aku."
"Ya, Yaa...!
Tentu saja! Tuan Muda, Tuan Muda-ku...!"
Kegembiraannya
yang terlalu berlebihan membuatku, yang seharusnya mengucapkan terima kasih,
justru merasa canggung.
Leviena
mendekatiku dan mewarnai pipinya dengan rona mawar sambil menyatukan kedua
tangannya seolah sedang berdoa.
Aku tersipu
melihat wajah wanita cantik yang mendekat, dan buru-buru memalingkan wajah.
◆◇◆
Setelah
menjadikan Leviena sebagai sekutuku dalam insiden di tempat latihan, aku
berganti seragam dan sarapan sebelum meninggalkan rumah. Begitu aku melangkah
keluar dari halaman rumah bangsawan, sebuah kereta kuda sudah menunggu.
Di samping kereta
kuda itu terdapat lambang 'Anjing Iblis dengan Ekor Ular Berbisa'. Lambang yang
mengambil motif Anjing Iblis Cerberus itu adalah lambang keluarga Baskerville.
"Selamat
jalan! Tuan Mudaa!"
"Uh..."
Begitu aku masuk
ke dalam kereta, Leviena melambaikan tangan dengan suara keras di gerbang
rumah. Sapu tangan putih dikibaskan seperti bendera di tangan kanannya.
Ini adalah
perpisahan yang terlalu berlebihan hanya untuk pergi ke upacara penerimaan.
Saat pertama kali bertemu, wajahnya keras seperti topeng besi, tetapi hanya
dengan sedikit kata-kata baik, dia berubah menjadi cerah hingga sulit dikenali.
"...Dia
terlalu mudah. Tipe yang akan menghancurkan hidupnya karena terperangkap oleh
pria KDRT," gumamku dalam hati.
Dikatakan bahwa
wanita yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga oleh suami atau
kekasihnya, terkadang akan tertipu oleh kata-kata manis sesekali dari pria yang
melakukan kekerasan itu, berpikir, 'Meskipun dia memukulku, sebenarnya dia
orang yang baik,' dan akhirnya menoleransi kekerasan itu.
Leviena, yang
secara rutin dianiaya oleh 'Xenon Baskerville' dan dengan mudah membuka hati
ketika aku bersikap baik padanya, adalah contoh klasik dari tipe tersebut.
"Aku harus bertanggung jawab dan menjaganya... Kalau
aku biarkan dia berkeliaran sendirian, aku khawatir dia akan ditipu oleh pria
jahat dan dijual."
Aku
diam-diam membuat tekad dan melambaikan tangan dengan pelan dari jendela kereta
kuda.
Ada juga maid
dan butler lain yang ikut mengantar, tetapi mereka semua tampak terkejut
dengan perubahan Leviena. Bahkan,
pejalan kaki pun berkumpul bertanya-tanya ada apa.
"Berangkat
sekarang. Cepat!"
"B-baik!"
Ketika aku
berteriak memerintah, kusir segera memacu kereta kuda meskipun aku tidak
membentaknya.
"Tuan Muda!
Mohon hati-hati di jalan!"
"............"
"Tuan
Mudaaa! Semoga Anda tidak terluka dan kembali dengan selamattt!"
"...Tolong,
kasihanilah aku. Apakah
dia mengantar kekasihnya yang berangkat ke medan perang?"
Sorak-sorai
yang menjerit itu akhirnya memudar dan tidak terdengar lagi. Aku menghela napas lega dan menyandarkan
tubuhku di sandaran kereta kuda.
"Sekarang...
akhirnya aku bisa berpikir dengan tenang."
Aku
sendirian di dalam kereta kuda. Ada kusir yang mengendalikan kuda, tetapi dia
berada di kursi kusir, jadi aku tidak perlu khawatir.
Masalah
yang harus segera kupikirkan adalah seberapa jauh aku harus mengikuti skenario game.
Mulai
dari upacara penerimaan hari ini, cerita Danbure akan dimulai, dan tokoh utama,
Leon Brave, akan menghabiskan dua tahun untuk tumbuh bersama para heroine
dan menyegel Raja Iblis.
Aku akan
menjalani kehidupan akademi bersama Leon dan para heroine sebagai teman
sekelas, tetapi sejauh mana aku harus terlibat dalam main scenario?
Prinsip
utamanya, aku tidak akan merebut heroine. Tentu saja.
Aku tidak
punya hobi merebut kekasih orang lain. Sebaliknya, aku memiliki pandangan
romantis yang ortodoks, lebih menyukai cinta murni. Aku tidak akan pernah
mengarahkannya ke alur cerita menyedihkan seperti Danbure 2. Ini adalah
keputusan mutlak.
Menghindari
alur NTR bukan hanya masalah preferensi seksual atau etika. Jika aku mengikuti alur cerita dan merebut
heroine, kemungkinan besar dunia akan hancur.
"Sang
Pahlawan menyegel Raja Iblis. Xenon merebut heroine. Dan... Pahlawan
yang putus asa menghidupkan kembali Raja Iblis..."
Aku
mengulang adegan ending dari Danbure 2 dengan mengucapkannya
keras-keras.
Xenon merebut
semua heroine dari Leon, dan pada akhirnya, dia memamerkan dirinya saat
memeluk mereka di depan Leon. Leon, yang menyadari bahwa segalanya telah
direnggut, putus asa, dan pada akhirnya membangkitkan kembali Raja Iblis yang
telah dia segel sendiri.
Dunia dihancurkan
oleh Raja Iblis. Xenon, yang seharusnya menjadi pemenang karena telah merebut
semua heroine, juga terhapus bersama ibukota kerajaan oleh sihir skala
besar yang dilepaskan oleh Raja Iblis.
Ini adalah bad
ending yang harus dihindari dengan segala cara.
Untuk menghindari
masa depan ini, aku harus membuang 'NTR', yang merupakan ciri khas Xenon
Baskerville.
"...Kalau
begitu, lebih baik tidak terlibat dengan Leon atau para heroine sama
sekali. Abaikan saja skenarionya, dan dunia akan selamat jika kita menunggu
Leon mengalahkan Raja Iblis."
Jika
dipikir-pikir, masalahnya mungkin lebih sederhana dari yang kukira.
Bahkan jika aku
tidak melakukan apa-apa, Leon akan mengalahkan Raja Iblis dan menyelamatkan
dunia sendirian. Aku tidak perlu bertindak lebih dari yang diperlukan.
Bukankah aku
hanya perlu menikmati kehidupan akademi dengan santai, tanpa berurusan dengan
Pahlawan maupun heroine?
"Betapa
mudahnya pekerjaan yang tidak perlu melakukan apa-apa. Bukankah ini sudah
sesuai dengan keinginanku?"
Aku menepuk
lututku dengan senyum puas.
Aku sempat
berpikir bahwa karena aku bereinkarnasi ke dunia game, aku harus
melakukan sesuatu demi dunia, tetapi Xenon Baskerville adalah manusia yang
tidak diperlukan untuk penyelamatan dunia.
Aku hanya
perlu memikirkan diriku sendiri dan hidup bebas. Membuat teman, mendapatkan
kekasih. Cukup jalani kehidupan akademi yang menyenangkan.
"Mungkin aku terlalu memikirkannya... Aku bukan tokoh
utama, jadi aku tidak perlu memikul beban dunia."
Tepat ketika aku mengeluarkan senyum masam, kereta kuda
berhenti. Tampaknya aku sudah tiba di tempat tujuan. Aku turun ke tanah dengan
langkah ringan dari pintu yang dibuka kusir.
"Ooh...!"
Di depanku berdiri bangunan raksasa.
Bangunan itu berkali-kali lipat lebih besar daripada rumah
Keluarga Baskerville, yang merupakan bangsawan tinggi. Menara jam yang
menjulang di belakangnya membentang dengan anggun dan megah ke langit, seperti Big
Ben kebanggaan London.
Slayers Kingdom - Royal Sword Magic Academy.
Sekolah yang menjadi latar dari game Dungeon Brave
Soul yang sangat kucintai di kehidupan sebelumnya, kini menjulang di hadapanku.
◆◇◆
Aku turun dari kereta kuda dan melewati gerbang akademi.
Meskipun ada petugas keamanan berzirah yang berjaga di kedua
sisi gerbang, karena aku mengenakan seragam yang telah diberikan sebelumnya,
aku bisa lewat tanpa dihentikan.
Begitu masuk ke area akademi, di depan terdapat papan
pengumuman yang menampilkan pesan ucapan selamat datang untuk penerimaan siswa
baru, serta denah petunjuk jalan menuju aula upacara.
"Sial... Aku gugup. Memalukan sekali untuk orang sepertiku...!"
Saat berjalan
dari gerbang menuju gedung sekolah, aku menekan dadaku dengan tangan karena
merasakan kegembiraan yang meluap-luap.
Meskipun aku
sempat putus asa karena sekuelnya, Danbure adalah game yang telah
kumainkan berkali-kali. Aku merasakan emosi yang kuat di dalam hati karena
berjalan di area akademi yang menjadi latar game tersebut.
Rasanya seperti
melakukan ziarah ke tempat suci. Aku tidak bisa menahan debar jantungku dan
berusaha keras mengencangkan otot-otot wajah agar tidak terlihat canggung.
"Hii!?"
—Saat itu,
seorang siswi di dekatku menjerit singkat setelah melihat wajahku.
Hei, tidak perlu memasang ekspresi seperti
bertemu harimau pemakan manusia. Meskipun aku memiliki wajah penjahat, aku
tersinggung karena ditakuti padahal aku tidak melakukan apa-apa.
"...Oke. Aku
tenang. Berkat rasa malu, keteganganku menurun."
Berkat rasa takut
yang ditunjukkan oleh siswi asing itu, keteganganku yang melonjak drastis
menjadi sedikit lebih dingin. Aku menarik napas dalam-dalam beberapa kali untuk
menenangkan diri dan memikirkan rencanaku selanjutnya.
Upacara
penerimaan seharusnya diadakan di aula sekarang. Setelah itu, akan ada
orientasi yang dibagi per kelas.
Acara sekolah
selesai di situ, tetapi... setelah itu ada pertemuan keakraban kelas atas
undangan ketua kelas perempuan. Di sana, Leon Brave, sang tokoh utama, akan
pertama kali berinteraksi dengan para heroine yang akan sangat
berhubungan dengan cerita.
"Event
pertemuan keakraban yang legendaris... Hehe, Kukuku...!"
"""""Kyaaa!?"""""
Saat aku
tertawa kecil tanpa sengaja, sekelompok siswi di dekatku menjerit serempak.
Tiga siswi berseragam blazer itu saling berdekatan dan menggigil
ketakutan.
"............"
Hei, hei, hei, kalian tidak
perlu setakut itu!
Apakah kalian
dilemparkan ke dalam kandang harimau pemakan manusia!? Jangan pasang wajah
seperti kalian akan dimakan sekarang juga!
"Hm...?"
Saat aku
merasakan ketidakadilan itu dan melirik ke samping, wajahku terpantul di
jendela kaca gedung sekolah.
Yang terpantul di
kaca adalah wajah penjahat yang hanya terlihat seperti sedang merencanakan
kejahatan. Matanya sipit dan gigi taring tajam mengintip dari celah bibirnya.
Dengan penampilan
garang seperti sedang memikirkan cara memasak tawanan yang baru ditangkap, aku
sendiri hampir berteriak.
"............ Hmm, mereka tidak salah. Aku yang
salah total."
Mulai sekarang, aku tidak akan tersenyum di depan umum.
Aku berjanji pada diriku sendiri dengan teguh, lalu berjalan
menuju aula sesuai dengan papan petunjuk.
Meskipun
dihindari oleh siswa di sekitarnya, aku berhasil mencapai aula.
Urutan
tempat duduk tidak ditentukan. Siapa cepat dia dapat, dan bisa memilih kursi
sesuka hati. Aku duduk di kursi yang agak di belakang bagian tengah.
Setengah dari
kursi di aula sudah terisi. Para murid baru memikirkan kehidupan akademi yang
akan dimulai, dan berbincang dengan gembira bersama siswa di sekitar mereka.
Mungkin aku juga
harus mencoba mengobrol dengan siswa di sekitarku.
Aku berpikir
begitu dan melihat sekeliling... tetapi tidak ada yang duduk di kursi yang
berdekatan denganku. Anehnya, bahkan orang yang tadinya duduk di sana pun
pindah ke tempat lain.
"............ Langsung sendirian. Padahal aku tidak kesepian sama sekali."
Aku
menekan mataku yang anehnya mulai menghangat dan bergumam.
Toh, aku
adalah karakter antagonis. Xenon Baskerville, si perenggut wanita keji berwajah
penjahat. Aku tidak kesepian meskipun sendirian.
Akhirnya, waktu
upacara penerimaan tiba, dan hampir semua kursi di aula terisi.
Kecuali... di
sekitarku yang kosong dengan pola persegi yang rapi.
"............ Hmph."
Aku
mendengus pelan sambil melipat tangan dan kaki. Toh tidak ada orang di
sekitarku. Aku tidak perlu bersikap hati-hati.
Upacara
penerimaan berjalan lancar, dimulai dengan sambutan kepala sekolah dan pidato
ucapan selamat. Meskipun di game itu adalah event singkat
berdurasi sekitar lima menit, tentu saja di dunia nyata tidak sesingkat itu.
Dengan perkenalan para guru dan sambutan dari tamu kehormatan, acara itu
berlangsung lebih dari satu jam.
"Baiklah,
kami akan mengumumkan siswa dengan prestasi terbaik dalam ujian masuk."
"Hm..."
Mendengar
kata-kata guru berambut putih itu, alisku bergerak-gerak.
Ini adalah event
yang ada di game. Lima siswa teratas dalam ujian masuk dipanggil satu
per satu untuk berdiri.
Dan—ini juga
merupakan adegan di mana para main heroine diperkenalkan.
"Peringkat
kelima ujian masuk. Ciel Uranus."
"Ya!"
Yang
berdiri adalah seorang gadis berambut merah dengan potongan pendek. Kaki
panjang yang sehat menjulur dengan indah dari rok seragamnya yang dilipat
pendek. Dengan wajah yang terlihat seperti gadis periang, dia adalah
salah satu main heroine.
Ciel Uranus adalah putri dari bangsawan lokal yang memiliki
wilayah di pinggiran Slayers Kingdom, dan merupakan teman masa kecil
Leon, sang tokoh utama.
Karena rasa ingin tahu yang besar, dia sering menyelinap
keluar dari rumahnya sejak kecil dan bermain di desa-desa di wilayahnya. Di
sana ia bertemu dan berteman baik dengan Leon, dan Ciel jugalah yang
menyarankan Leon untuk masuk ke akademi sihir ini.
Job awalnya adalah Magician Sorcerer. Posisi jarak jauh yang unggul
dalam sihir serangan.
"Peringkat
keempat. Nagisa Seikai."
"Siap!"
Berikutnya
yang berdiri adalah seorang gadis dengan kuncir kuda berambut hitam. Posturnya
berdiri tegak dan bermartabat. Wajahnya yang tegas dan berkemauan keras
terlihat lebih populer di kalangan wanita daripada pria. Dia juga salah satu main
heroine.
Nagisa
Seikai adalah murid pertukaran pelajar yang datang dari negara Timur yang jauh.
Negara asalnya memiliki budaya yang sangat mirip dengan Jepang, dan dia
dibesarkan sebagai 'Putri Samurai' dari sebuah dojo ilmu pedang.
Job awalnya adalah Swordsman. Dia
terutama menggunakan katana sebagai senjata, dan hanya dalam hal
kecepatan, dia adalah speed fighter yang melebihi Leon.
Nagisa
datang ke negara ini sebagai pelajar pertukaran dengan situasi yang rumit, dan
dia menyimpan kegelapan yang dalam di hatinya. Apakah kegelapan itu bisa dihilangkan... itulah
poin kunci untuk menaklukkannya.
"Peringkat ketiga. Airis Centrea."
"Ya."
Yang berdiri dengan anggun adalah main heroine
terakhir. Seorang gadis yang terlihat jelas seperti putri bangsawan, dengan
rambut berkilauan seperti kawat emas terurai di punggungnya.
Dari gerakannya saat berdiri ketika namanya dipanggil,
terlihat jelas betapa baik didikan keluarganya, dan para siswa di sekitarnya
pun menahan napas dan menatap sosoknya.
Airis Centrea juga seorang putri bangsawan seperti Ciel,
tetapi sementara Ciel berasal dari bangsawan daerah, Airis adalah keturunan
bangsawan pusat. Ayahnya menjabat sebagai 'Kardinal' yang mengelola gereja di
istana, dan job awalnya adalah Cleric.
Tidak hanya fitur wajahnya yang sempurna, tetapi juga
payudara terbesar di antara semua karakter yang muncul, dan gayanya yang berisi
membuatnya menjadi gadis cantik yang sempurna, yang memikat semua orang di
sekitarnya.
Ada banyak karakter wanita di Danbure, tetapi ketiga wanita
ini adalah main heroine yang terlibat paling dalam dengan skenario.
Mereka juga adalah korban yang malang, yang akan mengalahkan
Raja Iblis bersama Leon Brave... dan kemudian pikiran serta tubuh mereka akan
direnggut oleh Xenon Baskerville, sang antagonis.
"Meskipun...
masa depan seperti itu tidak mungkin terjadi lagi."
Selama aku telah
menjadi Xenon, alur NTR tidak akan kuizinkan.
Aku akan
menghindari semua alur menyedihkan, memperbaiki skenario, dan menciptakan happy
ending sejati yang tidak pernah terlihat di game.
"Peringkat
kedua. Wakil Ketua Angkatan, Xenon Baskerville."
"Hmm...?"
Aku yang sedang
tenggelam dalam lamunan, tersentak ketika namaku dipanggil.
Aku lupa tindakan
sederhana seperti berdiri ketika namaku dipanggil, dan tetap duduk dengan
posisi angkuh, menyilangkan kedua tangan dan kaki.
"Ugh..."
Butuh beberapa
detik bagiku untuk menyadari apa yang telah kulakukan.
Ketika aku
menyadarinya, sudah terlambat. Suara bisik-bisik terdengar dari para siswa
karena 'Xenon Baskerville' sama sekali tidak beranjak dari tempat duduknya.
Awalnya, para
murid baru tampak tidak tahu siapa 'Xenon Baskerville' itu, tetapi tampaknya
ada orang di antara mereka yang mengenali wajahku. Mengikuti pandangan mereka,
semua mata segera tertuju padaku.
Ditambah lagi,
kursi-kursi di sekitarku kosong secara sempurna dalam bentuk persegi,
menjadikanku sasaran pandangan yang empuk. Bisik-bisik semakin membesar.
"Baskerville
itu... bangsawan yang kejam itu?"
"Yang
dikabarkan membunuh Raja terdahulu..."
"Bos
guild kriminal... ya, itu dia..."
"Aku
dengar dia bersekongkol dengan negara tetangga..."
Bahkan
kata-kata yang mengganggu pun terdengar berbisik dari kalangan murid baru. Aku
bahkan digosipkan dengan reputasi buruk yang tidak kuingat, dan tatapan yang
ditujukan padaku bercampur dengan ketakutan dan kebencian.
Gawat.
Aku sudah membuat diriku terlalu menonjol di awal masuk akademi. Aku
mengencangkan wajahku dan buru-buru mencoba berdiri.
Namun,
sebelum itu, guru yang memimpin acara menghela napas.
"Aduh...
benar-benar tidak bisa dihindari."
Guru
paruh baya itu menatapku dengan mata berkacamata monocle.
"Xenon
Baskerville. Saya mengerti perasaanmu yang tidak puas dengan hasil ujian
masuk... dengan posisi sebagai Wakil Ketua Angkatan. Sikapmu untuk selalu
membidik puncak, sebagai pewaris bangsawan tinggi, patut dihargai. Namun... ini
adalah Royal Sword Magic Academy. Di akademi yang menjunjung tinggi
meritokrasi ini, bangsawan dan rakyat jelata diperlakukan sama. Tidak ada
perlakuan khusus berdasarkan kelahiran. Sekalipun kamu dari keluarga Marquis,
jaga sikap sopan di dalam lingkungan akademi."
"............"
Tidak, itu sama
sekali tidak benar. Aku hanya lupa waktu untuk berdiri.
Aku bahkan tidak
mengikuti ujian masuk. Tidak mungkin aku puas atau tidak puas dengan hasil
ujian yang tidak kuikuti. Aku sama sekali tidak bermaksud bersikap menentang.
"Mmh..."
Nah, apa yang harus kulakukan?
Aku bisa saja
menurut dan berdiri di sini, tetapi bukankah itu terlalu memalukan?
Aku tidak
berusaha untuk menjaga citra, tetapi jika aku menyerah begitu saja dan
menanggung malu di sini, aku mungkin akan menjadi sasaran bully di
kehidupan akademi mendatang. Aku tentu ingin menghindari itu.
Untuk sementara,
haruskah aku meminta maaf sambil tetap duduk dan melihat reaksinya?
"...Mohon
maafkan kelancangan ini. Saya akan mengingat nasihat Anda."
Lalu, aku sedikit
menundukkan kepala sambil tetap duduk di kursi.
"............"
"............"
"............"
...Kenapa suasana
menjadi hening begini?
Memang, nadaku
mungkin terdengar kurang ajar, tapi aku sudah meminta maaf. Seharusnya martabat
guru itu sudah terjaga, dan aku ingin dia mengabaikanku dan segera melanjutkan
acara.
"...Begitu.
Jadi kamu tetap tidak berniat mengubah sikapmu yang menentang, ya."
"Hah...?"
Guru
paruh baya itu bergumam dengan ekspresi seperti baru saja mengunyah serangga
pahit.
Tidak, tidak,
tidak! Aku tidak menentang, aku sudah meminta maaf dengan benar! Tolong
periksa konteksnya lagi!
Namun,
entah karena wajah penjahat ini, atau karena aura sikapku yang kurang ajar
terpancar keluar. Tampaknya guru, dan juga siswa di sekitar, menganggapku
sedang bersikap menentang guru.
Terlepas
dari wajahku, aku benar-benar merasa bersalah, tapi kenapa ini harus terjadi?
Tidak
menghiraukan kebingunganku, guru itu menghela napas berat, "Hoh."
"Baiklah.
Karena hari ini adalah acara yang membahagiakan, mari kita hentikan pengejaran
lebih lanjut. Jika sikapmu tidak membaik di masa depan, saya tidak tahu apa
yang akan terjadi."
"............"
"Kalau
begitu, kami akan melanjutkan pengumuman siswa berprestasi."
Apa yang sudah
kulakukan?
Apakah
keterlambatan berdiri secara tidak sengaja adalah dosa besar?
Lagipula, aku
belum terbiasa dipanggil dengan nama 'Xenon Baskerville'. Wajar saja jika aku
tidak bisa bereaksi spontan, bukan?
Saat aku sedang
terpuruk dalam ketidakadilan itu, nama siswa berprestasi terakhir—Ketua
Angkatan—disebutkan.
"Peringkat
pertama ujian masuk. Ketua Angkatan, Leon Brave!"
"Ya!"
Bersamaan dengan
jawaban ceria yang seolah menerbangkan suasana tegang sebelumnya, seorang siswa
laki-laki berdiri.
Anak laki-laki
yang berdiri dengan rambut emas lembut berayun. Dia adalah Leon Brave
sendiri—tokoh utama Danbure dan keturunan sang Pahlawan.
Leon Brave.
Tokoh utama yang
unik, terlahir sebagai keturunan Pahlawan dan memiliki kekuatan untuk menyegel
Raja Iblis.
Meskipun lahir
sebagai rakyat jelata, dia memiliki prestasi akademik yang luar biasa sebagai
Ketua Angkatan, dan merupakan pemuda tampan berambut pirang yang suatu hari
nanti akan dicintai oleh banyak heroine.
Job awalnya adalah Magic Swordsman Rune Knight. Profesi terpilih yang bisa
menguasai pertarungan jarak dekat dan sihir. Job yang memiliki
pengaturan hanya ada satu di antara jutaan orang, dan hanya muncul dua kali di
dalam game.
"Ooh...!"
Aku tanpa
sadar mengeluarkan suara kagum melihat sosok Leon Brave yang berdiri dari
kursinya.
Tokoh
utama game yang telah kumainkan berkali-kali berdiri tepat di hadapanku.
Itu adalah kegembiraan seperti bertemu bintang Hollywood di jalan.
Namun,
mengabaikan diriku yang gemetar karena gembira, Leon sempat menoleh ke belakang
dan menatapku dengan tatapan tajam, "Kitt!"
"Hm...?"
Apakah dia baru
saja menatapku? Aku belum merebut heroine mana pun, jadi aku tidak punya
alasan untuk dibenci sama sekali.
Omong-omong, Leon
memiliki kepribadian yang sangat kuat rasa keadilannya dan sangat membenci
hal-hal yang tidak benar. Mungkinkah dia tidak menyukai sikap menentang yang
mengganggu suasana dan tidak sengaja kutunjukkan tadi?
"Kalau
begitu, Brave. Sebagai perwakilan siswa baru, silakan berikan sambutan."
"Ya!"
Leon segera
mengalihkan pandangannya ke depan dan naik ke mimbar dengan langkah mantap.
Lalu, dia melihat
ke sekeliling siswa baru yang berjejer dan mulai berbicara.
"Saya merasa
sangat terhormat bisa berdiri di sini hari ini sebagai perwakilan siswa baru
dari Royal Sword Magic Academy yang termasyhur ini."
Gaya bicara Leon
lancar.
Mungkin dia sudah
diberitahu sebelumnya untuk memberikan sambutan sebagai perwakilan, dan telah
menyiapkan isinya.
Di dalam game,
deskripsi ini dihilangkan. Aku mendengarkan dengan saksama apa yang akan
dibicarakan Leon.
"Saya
adalah rakyat jelata yang lahir di desa, dan pada dasarnya bukan orang yang
seharusnya berdiri di tempat ini. Saya berdiri di sini berkat teman-teman yang
membantu saya belajar, dan Count Uranus yang menjadi wali saya.
Pertama-tama, saya ingin mengucapkan terima kasih dan salam kepada semua orang
yang telah membantu saya, orang tua saya, serta staf pengajar dan para senior
yang akan membantu saya mulai sekarang."
Kata-kata yang
cukup terpuji. Aku tidak tahu bagaimana pidato untuk acara seperti ini
seharusnya, tetapi... mungkin pidato Leon termasuk yang biasa-biasa saja. Tidak
ada hal aneh yang menonjol.
Aku sempat
berharap bahwa sebagai tokoh utama game, dia akan mengatakan sesuatu
yang gila seperti, "Aku akan menjadi Raja Pahlawan!", tetapi
aku agak kecewa.
Namun, kata-kata
yang diucapkan Leon selanjutnya membuatku terkejut.
"Alasan saya
masuk akademi ini adalah untuk menjadi kuat dan melindungi negara ini! Slayers
Kingdom adalah negara damai tanpa perang, tetapi bukan berarti tidak ada
'kejahatan' yang harus dibenci! Saya akan menjadi kuat di akademi ini dan
melawan 'kejahatan' yang menyengsarakan orang-orang! Ya... bahkan jika
itu adalah teman sekelas yang bersekolah di akademi yang sama!"
"............ Hah?"
Perubahan
mendadak dari pidato biasa. Deklarasi yang luar biasa meluncur dari mulutnya. Selain itu, tatapan
Leon yang berdiri di mimbar sepenuhnya tertuju padaku.
Seolah
tertarik oleh tatapan matanya yang penuh tekad itu, pandangan semua orang di
aula tertuju padaku.
"Astaga...
seriuskah ini?"
Hei, kenapa aku dijadikan tontonan?
Meskipun aku
adalah karakter antagonis legendaris, aku seharusnya belum melakukan kejahatan
apa pun.
Aku berusaha
keras untuk memahami situasi sambil mengencangkan wajahku agar tidak
menunjukkan ekspresi tegang.
Mengapa Leon
membuat deklarasi seperti itu? Mungkinkah Leon juga adalah reinkarnator
sepertiku?
Kemungkinan itu
tidak nol, tetapi... rasanya ada yang janggal dan tidak cocok.
Jika Leon adalah
reinkarnator dengan pengetahuan game, Xenon Baskerville adalah musuh
yang harus diwaspadai setara dengan Raja Iblis. Dia seharusnya menghindari
tindakan yang akan membuat targetnya waspada tanpa perlu.
Jangan-jangan...
sudah terjadi perubahan dalam skenario game?
Aku baru saja bereinkarnasi ke dunia ini. Seharusnya perubahan itu belum terjadi sebagai akibat dari tindakanku.
“............ Mungkinkah”
Aku teringat pada
satu kemungkinan.
Danbure 2 adalah
produk negatif yang lahir karena keputusasaan dan kegilaan staf akibat masalah
hubungan mereka dengan wanita. Oleh karena itu, isinya sama sekali berbeda dari
seri pertama.
Misalnya, 'Xenon
Baskerville' adalah karakter yang hanya muncul namanya sebagai Wakil Ketua
Angkatan di Danbure 1. Meskipun merupakan siswa berprestasi peringkat kedua,
dia diperlakukan sebagai latar belakang tanpa ilustrasi sama sekali, bahkan
bukan sekadar mob, dan tidak pernah ada adegan dia berbicara dengan
tokoh utama atau heroine.
Kemudian, di
sekuelnya, dia tiba-tiba menjadi sorotan dan diangkat menjadi tokoh utama
antagonis.
Mungkin—tidak,
pasti—hal itu berbeda dari rencana dan pengaturan yang telah ditetapkan staf
pada awalnya. Dalam pengaturan aslinya, 'Xenon Baskerville' bukanlah antagonis,
dan pengaturan bahwa Keluarga Baskerville adalah keluarga jahat pasti
ditambahkan belakangan.
Mungkinkah,
sebagai akibat dari penyambungan paksa pengaturan asli 1 dengan pengaturan
tambahan di 2, telah terjadi perubahan bahkan pada pandangan dunia 1?
"............"
Aku
menggertakkan gigi dan memasang wajah masam.
Jika
dugaanku benar, pengetahuan game yang kuandalkan tidak lagi bisa
dipercaya sepenuhnya.
Jika
dipikir-pikir, bahkan dalam Danbure yang sama, ada sedikit perbedaan antara
versi PC dan versi konsol game, dan ceritanya juga sedikit berbeda
karena patch perbaikan dan skenario tambahan berbayar.
Bahkan
jika aku berusaha untuk tidak terlibat dalam event game, tidak ada
jaminan bahwa cerita akan berjalan sesuai rencana dan Leon akan mengalahkan
Raja Iblis untuk mencapai happy ending.
Bukankah
ada kemungkinan bahwa meskipun Xenon tidak merebut heroine, Sang
Pahlawan akan dikalahkan oleh Raja Iblis dan dunia akan hancur?
"Ah...
Brave. Sangat bagus untuk memiliki semangat bersaing dengan sesama siswa
sekolah dan berusaha keras. Namun, jangan berlebihan,"
Guru yang
memimpin acara menegur Leon dengan lembut dan memintanya untuk kembali ke
tempat duduknya.
Leon,
yang telah menyelesaikan pidato atau orasinya, menatapku sekali lagi sebelum
kembali ke kursinya.
"Baiklah,
selanjutnya, perkenalan staf pengajar yang akan membimbing kalian selama tiga
tahun ke depan..."
Setelah itu,
upacara penerimaan dilanjutkan tanpa hambatan, tetapi isinya sama sekali tidak
bisa kuterima.
Prediksi
masa depan yang suram. Setelah menyadari kemungkinan bahwa skenario game
tidak lagi dapat diandalkan, aku terus memikirkan apa yang harus kulakukan
selanjutnya.
Pada
akhirnya, bahkan setelah upacara berakhir, tidak ada jawaban yang jelas muncul.
Upacara penerimaan yang diselimuti awan gelap itu berakhir dengan perasaan muram dan tertekan.


Post a Comment