Chapter 22
Persiapan Pulang
Keesokan
harinya setelah rapat, Ayah memohon audiensi dengan Raja Elias. Setelah bertemu Raja Elias di Balai
Utama Istana, Ayah menjelaskan bahwa pertemuan antara Farah dan aku sudah
selesai tanpa masalah.
Selanjutnya,
kami akan melangkah ke tahap berikutnya. Ayah menyampaikan niat untuk segera
pergi ke Ibu Kota Kekaisaran dan meminta kepada Kaisar agar proses pernikahan
resmi segera dilaksanakan. Raja Elias menyetujui hal ini.
Namun, pada
saat yang sama, Raja Elias meminta agar kami menunda kepulangan hingga besok
karena Kerajaan Renalute perlu menyiapkan hadiah untuk tamu kehormatan. Ayah
menyanggupi hal ini dan mengakhiri audiensi.
Aku memberi
tahu Ayah bahwa aku harus bertemu langsung dengan Nikiku, yang kutemui di kota
Renalute, untuk menyampaikan salam karena ada urusan di masa depan.
Aku juga
menjelaskan tentang Ellen dan Alex, para Dwarf, dan memohon izin untuk
pergi ke kota. Ayah sempat memasang wajah agak masam, tetapi Nikiku adalah
orang yang mungkin terlibat dalam pengobatan Ibu dan bahan baku ramuan pemulih
Mana. Aku
bersikeras bahwa dia tidak boleh diabaikan.
Begitu
pula dengan Ellen dan kawan-kawan. Aku juga berbicara untuk membawa mereka ke
wilayah Baldia, biarlah Chris dan yang lain mengurus barang bawaan mereka
nanti. Hasilnya, Ayah akhirnya luluh juga.
Meskipun
demikian, sebagai syarat, aku diinstruksikan untuk membawa lebih banyak
pengawal. Kalau saja Ayah bisa luluh seperti ini, aku menyesal sedikit karena
tidak berkonsultasi sebelumnya.
Namun,
jika aku tidak menyamar sebagai pelayan dan pergi ke kota, mungkin aku tidak
akan bertemu Ellen, Alex, dan Nikiku. Aku menyimpulkan sendiri—walaupun ini
hanya hasil akhir—bahwa tindakan itu benar-benar harus kulakukan.
Karena sudah
akan pergi ke kota, aku memutuskan untuk mengajak Farah dan mengunjungi
kamarnya. Namun, ketika dia mendengar ajakanku, dia memasang ekspresi kecewa.
"Aku
sangat ingin ikut denganmu, tetapi sayangnya, aku dimarahi keras oleh Ayah dan
Ibu karena pergi ke kediaman Marein Condroy tempo hari. Saat itu, aku dilarang
pergi ke kota untuk sementara waktu..."
"Oh,
begitu, kalau begitu mau bagaimana lagi," kataku.
Farah
menunduk, telinganya terkulai. Namun, saat itu juga, dia terkejut dan
mengangkat wajahnya, seolah mendapatkan ide.
"Benar!!
Kalau aku menyamar sebagai pelayan Kekaisaran..."
Dia mulai
mengatakan sesuatu yang tidak terduga lagi, sehingga Asna segera berteriak,
memotong ucapannya dengan panik.
"Putri!?
Itu tidak boleh. Bukankah Anda baru saja dimarahi!?"
"Asna...
benar juga. Sayang sekali, aku menyerah... Tuan Reed, tolong ceritakan padaku semuanya setelah kamu
kembali, ya."
"...Iya,
aku mengerti. Kalau begitu, aku berangkat dulu ya," ujarku.
Ekspresi Asna
saat memperingati Farah kala itu sungguh putus asa. Mungkin dia juga dimarahi
oleh Raja Elias dan Eltia. Setelah keluar dari kamar Farah, aku tersenyum kecil
mengingat ekspresi panik Asna, lalu berangkat menuju kota.
◇
"Heeiii!?
Tuan Daimyo akan menyambut kami, dan besok kami akan ikut ke wilayah
Baldia!?"
"Meskipun
aku juga berpikir ini terlalu mendadak..."
Setelah
meninggalkan kastel, aku segera mengunjungi Toko Gemini, tempat kakak beradik Dwarf
itu berada.
Aku
menjelaskan kepada Ellen dan Alex bahwa kami akan berangkat menuju wilayah
Baldia besok dan mengajak mereka ikut serta. Ketika aku mengatakan akan
memperkenalkan mereka kepada Ayah, mata mereka terbelalak kaget.
"Iya.
Maaf karena mendadak, tapi aku ingin kalian melakukan beberapa hal di wilayah
Baldia. Tentu saja, barang-barang yang tidak bisa segera dibawa akan kami kirim
melalui Perusahaan Dagang Christie atau Ksatria Baldia, jadi tenang saja,"
jawabku sambil tersenyum.
Kakak
beradik Dwarf itu saling memandang dengan mata membulat. Akhirnya, Ellen
menunjukkan gerakan jenaka dengan wajah tercengang.
"Hah...
baiklah. Untungnya, barang bawaan kami tidak banyak, jadi kurasa tidak masalah.
Setelah siap, kami harus datang ke kastel?"
"Benar.
Kalau bisa, akan lebih baik jika kalian bisa datang ke kastel hari ini juga.
Aku akan memberitahu penjaga gerbang tentang kalian berdua, jadi sebutkan
namaku saat tiba," kataku.
Kata 'kastel'
membuat mereka kembali terperangah. Kepada mereka berdua, aku menyampaikan
sebuah permintaan.
"Oh, ya.
Aku akan membayar dan membeli 'Pedang Iblis' yang waktu itu, ya. Selain itu,
aku punya rencana dengan 'Magic Steel', jadi jika kalian punya
persediaan, aku ingin kalian menyiapkannya untuk dibawa ke wilayah
Baldia."
"Terima
kasih. Pedang Iblis pasti senang bertemu dengan pengguna seperti Tuan Reed.
Tapi, untuk apa Anda menggunakan Magic Steel? Kupikir kegunaannya cukup
terbatas..."
Ellen
memasang ekspresi bingung, tidak mengerti mengapa aku menginginkan Magic
Steel. Aku menjawab sambil tersenyum.
"Fufufu,
masih rahasia. Tapi, kalau berhasil, aku rasa aku bisa melakukan hal yang
sangat menarik. Aku akan memberitahu Ksatria dan Chris. Aku ingin kalian
membawa sebanyak mungkin ke wilayah Baldia, termasuk yang saat ini ada di
tanganmu."
"Hah...
baiklah. Kami akan berusaha membawa sebanyak mungkin, termasuk yang ada di toko
dan yang dititipkan pada kenalan kami," kata Ellen.
Meskipun
Ellen menjawab, dia dan Alex masih memasang ekspresi bingung karena tidak
mengerti maksudku. Setelah menjelaskan semua alur selanjutnya, aku meninggalkan
Toko Gemini dan menuju tujuan berikutnya.
◇
"Haaah...
kau benar-benar Tuan Muda, ya, bukan Nona Muda."
"...!?
Ssst!! Jangan bicara sekeras itu. Ada ksatria yang tidak tahu hal itu hari
ini," kataku panik.
Nikiku
menyeringai melihat tingkah panikku. Aku sedang mengunjungi toko Nikiku saat
ini dan menjelaskan kepadanya bahwa aku akan berangkat ke wilayahku besok.
Ketika aku
mengatakan bahwa aku datang untuk mengucapkan selamat tinggal, dia sangat
gembira dan berkata, "Tuan Muda, kau mengerti benar, ya! Mendapatkan hati
rakyat itu penting di saat seperti ini."
Aku yakin Nikiku
akan menjadi orang penting di masa depan, termasuk urusan Ibu. Oleh karena itu,
memperkuat hubungan mutlak diperlukan. Saat sedang mengobrol santai dengannya,
aku teringat pada 'mereka'.
"Tuan Nikiku.
Ngomong-ngomong, apakah 'para monster' itu sudah dikembalikan ke Hutan
Iblis?"
"Ah,
sudah kubawa ke Hutan Iblis kemarin. Mereka sudah masuk ke dalam hutan, jadi
mungkin kau tidak akan bertemu mereka lagi."
Aku merasa
lega karena mereka sudah kembali ke hutan dengan selamat. Aku yakin mereka
menderita karena ditangkap manusia, tetapi karena mereka adalah monster yang
sangat cerdas, aku hanya berharap mereka tidak membenci semua manusia.
"Oh,
benar. Apakah kau tahu kalau kalian sedang jadi perbincangan?"
"...Apa
maksudmu?"
Ketika dia
tahu aku tidak tahu, dia menyeringai lagi dan menceritakan gosip yang beredar
di kota. Ternyata Marein Condroy terkenal sebagai 'Pejabat Jahat' di sekitar
sini.
Banyak
penduduk kota yang menderita karenanya. Pada saat itu, seorang Putri muncul
dengan gagah berani, ditemani monster dan pengawalnya, memasuki kediaman Marein
secara terang-terangan, dan membongkar bukti semua kejahatan yang telah
dilakukan.
Marein
yang marah menyerang Putri untuk membunuhnya, tetapi monster dan pengawal yang
melindungi Putri membalas serangan Marein. Orang-orang yang melihatnya memuji
keenam orang yang menemani Putri dan menyebut mereka Putri dan Ksatria Mulia.
Nikiku
menggunakan gerakan tangan dan melebih-lebihkan ceritanya, menikmati momen itu.
Aku terkejut, tidak menyangka ada cerita seperti itu.
Kami
memang dilihat oleh penduduk kota dalam perjalanan ke kediaman Marein, dan
mungkin orang-orang yang melarikan diri dari kediaman itu sudah menceritakan
situasinya di kota.
Namun,
aku merasa janggal karena Farah, yang seharusnya jarang keluar ke kota, sudah
diketahui sebagai seorang Putri. Mungkinkah seseorang sengaja menyebarkan rumor
ini? Saat aku memikirkan hal itu, Nikiku bertanya.
"Ini
pasti tentang kalian. Tuan Muda sedang sangat populer di kota sekarang. Kau
pasti akan bertemu lagi dengan Tuan Putri, bukan? Sampaikan salamku untuknya,
ya. Putri dan Ksatria Mulia."
"Haaah...
Aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan, tetapi kalau aku bertemu dengan
Putri Farah, aku akan menyampaikannya," jawabku dengan sedikit rasa bosan
terhadapnya yang menyeringai.
Setelah
itu, aku mengingatkan Nikiku tentang ramuan obat, dan dia menepuk dada dengan
gembira, bersemangat, dan berkata, "Serahkan padaku!!"
Setelah
mengucapkan selamat tinggal pada Nikiku, aku segera kembali ke Wisma Tamu. Saat
itu, tidak ada seorang pun yang menyadari keberadaan yang diam-diam mengamati
gerak-gerik kami dari balik bayangan.
◇
Setelah
kembali ke Wisma Tamu dari kota, aku langsung menuju kamar Ayah. Aku melaporkan
tentang Ellen dan Nikiku, dan Ayah mengangguk sambil berkata, "Aku
mengerti." Kemudian, dia memberitahuku tentang jadwal kepulangan.
"Setelah
penyesuaian, kita akan berangkat dari Renalute menuju wilayah Baldia besok
sebelum tengah hari. Hari ini masih ada waktu, temui Putri Farah. Kau tidak
akan bisa bertemu dengannya untuk sementara waktu," katanya.
"Baik,
akan kulakukan."
Setelah
itu, aku mengirim pesan kepada Farah, lalu mengunjungi kamarnya. Aku
memberitahunya bahwa aku akan kembali ke wilayah Baldia besok.
Farah
tampak terkejut dengan perubahan jadwal yang mendadak, dan memasang ekspresi
sedih. Untuk menyemangatinya, aku menggenggam tangannya, menatap mata merahnya,
dan berkata dengan lembut.
"Ketika
aku datang lagi, kita akan pulang bersama, jadi tunggulah sebentar, ya."
"I-iya.
Aku akan menunggumu," jawabnya.
Kesedihan
telah sirna dari wajahnya yang memerah karena perkataanku. Saat itu, aku teringat apa yang
dikatakan Nikiku, lalu menyampaikannya padanya.
"Oh, ya.
Katanya, apa yang terjadi di kediaman Marein sudah menjadi rumor di kota."
"Eh...?
Apa maksudmu?"
Farah
terkejut dan memasang wajah bingung. Tapi ketika aku menceritakan kejadiannya,
wajahnya langsung memerah karena malu.
"K-k-kenapa
rumor seperti itu bisa menyebar!? A, tapi syukurlah namaku tidak ikut
tersebar."
Dia tampak
sangat panik dan tidak menyadari bahwa dia telah mengatakan hal yang salah.
Saat aku ragu apakah harus mengoreksinya, Asna mengangkat tangan dengan
perlahan.
Farah
memiringkan kepalanya, tidak mengerti maksud gerakannya, lalu bertanya.
"Asna,
ada apa?"
"Putri,
maaf mengganggu ketenangan Anda. Di negara ini, hanya Anda yang seorang Putri. Jadi, begitu rumor itu
menyebar, identitas Anda sebagai Putri sudah diketahui publik," kata Asna.
"Ah,
benar juga..."
Karena
Asna mengatakannya dengan tenang, Farah tampaknya kembali tenang. Namun, tak
lama kemudian, dia kembali memerah karena malu. Aku tersenyum melihat interaksi
mereka, lalu ikut bergabung dalam pembicaraan.
"Fufufu,
tapi tidak apa-apa, kan. Konon, rumor orang hanya bertahan seratus hari,"
kataku.
"Benarkah?
Benar juga, ya... Rumor pasti akan cepat
hilang," jawabnya.
Sambil mengobrol santai, aku menikmati
waktu bersama Farah dan Asna.
◇
Omong-omong, perkiraan mereka tentang
rumor itu sangatlah salah.
Seorang Putri menjatuhkan hukuman Tenchu
pada pejabat jahat yang terkenal... Mustahil bagi rakyat untuk mengabaikan
kisah pembalasan kejahatan dan penegakan keadilan yang begitu menggembirakan.
Tak lama setelah rumor itu menyebar,
cerita tentang Putri dan Ksatria Mulia sampai ke telinga seorang penulis naskah
drama. Kemudian, dia berkata:
"Saat mendengar rumor itu, seolah
petir menyambar kepalaku. Tanpa
sadar, aku mulai bertanya ke sana kemari tentang detail rumor itu. Ah,
hahahaha!!"
Naskah drama
yang dia tulis, meskipun memiliki makna yang sama dengan rumor, dirilis dengan
sedikit perubahan nama:
Putri
Farah Renalute dan Ksatria Mulia
Ketika
ditanya mengapa tidak menggunakan nama yang sama dengan rumor, yaitu Putri dan
Ksatria Mulia, sang sutradara panggung kemudian berkata:
"Putri Farah
Renalute adalah orang yang tidak pernah tampil di depan umum. Putri seperti
itu, mendengar cerita tentang pejabat jahat, tidak bisa tinggal diam dan
berdiri bersama beberapa ksatria untuk bertindak demi rakyat. Kami ingin lebih
banyak orang tahu tentang keberanian dan jasa-jasa beliau...!!"
Drama
ini menjadi sangat populer di kalangan rakyat Renalute dan akan dikenang
sepanjang masa.
Selain
itu, ada peristiwa lain yang terjadi pada waktu yang sama yang juga diadaptasi
menjadi drama. Kedua drama ini kemudian dikenal dunia sebagai karya-karya yang
mewakili Renalute, tetapi itu adalah cerita lain...


Post a Comment