Chapter 21
Istirahat
“Pemenang
dari pertarungan kerajaan—Asna Lanmark!”
Saat
Elias mengumumkan dengan lantang, para bangsawan meledak dalam sorak-sorai
untuk kedua peserta.
Aku
yang masih tergeletak di tanah dibantu berdiri oleh Asna. Gelombang tepuk
tangan kembali menggema di arena. Karena atmosfer yang begitu meriah, pipiku
memanas karena malu.
“Wow…
ini luar biasa. Rasanya agak memalukan juga.”
“Sudah
lama aku tidak merasakan pertarungan yang begitu menyegarkan. Terima kasih
banyak, Lord Reed.”
Asna
menjawab sambil membungkuk sopan. Sopan santunnya sangat kontras dengan sikap
garangnya saat bertarung. Aku tersenyum padanya.
“Oh, soal cara bicaramu… Kurasa kita
akan punya banyak kesempatan untuk bertarung dan berlatih bersama. Kau tidak
perlu terlalu formal nanti, oke?”
“…Akan ada kesempatan lagi? Aku merasa
terhormat.”
Mata Asna sedikit membesar karena
terkejut, namun jelas terlihat ia senang. Ketika mendengarkan suara para
penonton, aku terkejut banyak di antara mereka tidak hanya memuji Asna, tetapi
juga memuji aku.
“Lord Reed, Lady Asna—itu pertunjukan
bela diri yang luar biasa!”
“Pertarungan kerajaan ini akan tercatat
dalam sejarah Renalute!”
Suara-suara
lainnya juga terdengar. Dipikir-pikir, saat kami bertarung mati-matian, mungkin
bagi para penonton itu terlihat seperti pertunjukan. Saat
itulah seorang prajurit berlari menghampiri.
“Lord Reed, Lady Asna. Yang Mulia Elias memanggil kalian.”
“Dimengerti.
Kami akan segera
ke sana.”
Kami
mengangguk dan langsung menuju tempat Elias berada. Omong-omong, kami lupa
membawa pedang kayu yang kami gunakan dan meninggalkannya di arena.
Saat
kami mendekati area tempat Elias duduk, Farah berlari kecil menghampiri.
“Asna,
Lord Reed! Itu tadi sangat intens dan seru! Lord Reed memang kalah, tapi caramu
bertahan melawan Asna tadi benar-benar keren!”
Farah
yang tampak bersemangat menggerakkan telinga-telinganya naik turun. Ahh… aku
benar-benar ingin menyentuh telinga itu… Menahan keinginan itu, aku menunduk memberi salam.
“Terima kasih
banyak. Lady Farah, saya senang Anda menikmatinya. Tapi Lady Asna memang
terlalu kuat. Namun, aku tidak bisa terus kalah selamanya. Lain kali… aku akan
tunjukkan bahwa aku bisa menang.”
Saat berkata
begitu, aku terlebih dahulu menatap Farah, lalu mengalihkan pandangan ke Asna.
Menyadari hal itu, Asna tersenyum bahagia.
“Baik. Aku
menantikan tantanganmu, Lord Reed. Namun aku tidak akan mudah dikalahkan.”
Kami saling
menatap sejenak, entah kenapa terasa lucu, dan kami berdua tertawa kecil tanpa
alasan jelas. Farah menatap heran pada tingkah kami.
Setelah itu,
kami mendekati Elias dan berlutut, menundukkan kepala. Elias menatap kami, lalu berbicara
lantang agar semua orang mendengar.
“Lord
Reed, Asna—itu penampilan yang sungguh luar biasa dari kalian berdua. Aku yakin semua orang di sini belum
pernah melihat pertarungan kerajaan semenggetarkan itu. Jika ada yang keberatan
dengan isi pertarungan atau kemampuan Lord Reed… katakan sekarang!”
Tak seorang
pun bergerak. Elias tampak puas, namun dengan sengaja ia menoleh ke Norris yang
berdiri tidak jauh dengan wajah tegang, lalu memancingnya dengan ekspresi
nakal.
“Norris, kau
tidak punya keluhan juga, bukan? Kau mengakui kemampuan Lord Reed, kan?”
“…Ya.”
Norris
menjawab dengan suara rendah dan berat. Wajahnya memancarkan frustrasi yang tak
bisa disembunyikan. Melihatnya, Elias tampak sedikit gembira. Dari situ
terlihat jelas apa yang biasanya Elias pikirkan tentang Norris. Namun Norris
tidak berniat mengakhiri semuanya begitu saja.
“…Yang
Mulia Elias, sepertinya Lord Reed memiliki bakat yang luar biasa. Kalau begitu,
sebaiknya kita juga melihat kemampuan sihirnya.”
Ekspresi
Elias langsung berubah muram. Melihat suasana yang menegang, aku mengangkat
tangan perlahan.
“Yang Mulia
Elias, jika diperkenankan…?”
“Hm? Apa itu, Lord Reed?”
Aku mengangkat wajah.
“…Aku tidak keberatan mempertunjukkan
sihir seperti yang disarankan Lord Norris. Tetapi bisakah aku beristirahat
sebentar terlebih dahulu? Aku cukup lelah setelah bertarung dengan Lady Asna.”
Kalau
dibiarkan, bisa-bisa mereka meminta demontrasi saat itu juga. Memang aku belum
kehabisan energi sihir, tapi rasa lelahnya nyata. Aku ingin sedikit waktu untuk
bernapas.
“Hm. Baiklah
kalau itu permintaanmu. Kita akan beristirahat sebentar, lalu kau bisa
menunjukkan sihirmu. Bagaimana?”
“…Ya, saya
mengerti.”
Norris
mengangguk dengan wajah pahit mendengar percakapan itu.
“Baik! Kita
istirahat dulu.”
Elias berdiri
lalu kembali masuk ke mansion. Sementara itu, aku pergi melaporkan hasil
pertarungan pada ayah dan yang lainnya.
◇
Saat para
bangsawan meninggalkan arena, Norris berjalan cepat menuju tempat sepi. Tak ada
yang menyadari bahwa seseorang mengamatinya.
Di lokasi
terpencil, Norris panik memanggil sebuah [Bayangan].
Semua yang ia
lakukan… selalu berbalik menyakitinya.
Apakah salah
menjadikan Raycis sebagai pion?
Atau
kesalahan sebenarnya adalah memulai intrik untuk pertarungan kerajaan?
Namun,
pertarungan kerajaan kedua-lah yang menjadi pukulan telak. Meski ia sudah
menyebarkan rumor buruk tentang “anak itu”, citra itu hancur total setelah
pertarungan tadi.
Bahkan,
akibatnya berbalik padanya seperti kutukan.
Tidak mungkin
seseorang yang menikmati menyakiti orang lain bisa bertarung sebersih dan
seberani itu.
Jika benar
dia orang seperti itu, Asna Lanmark pasti sudah menjatuhkan “hukuman ilahi”
dalam balutan pertandingan.
Antara
pengakuan dirinya dan Raycis… mana yang benar? Siapa yang sebenarnya berniat
jahat?
Jawabannya
jelas. Para bangsawan yang mendengar rumor kini jijik pada cara pandang Norris.
Akibatnya, pengaruh Norris di luar faksinya sendiri hampir lenyap.
“… Benar-benar seperti pepatah
‘mengutuk orang lain, kau menggali dua kuburan’.”
“Jangan omong
kosong! Aku melakukan semua ini atas saranmu! Kalau aku jatuh, kalian juga
jatuh!”
Norris marah
besar pada balasan sang Bayangan. Meski berusaha menahan suara, emosi tetap
bocor. Mata dalam kegelapan itu menatapnya, lalu sebuah suara memotong dengan
kesal.
“Kau
tampaknya salah paham.”
“Apa!?”
“Kami
meminjamkan kekuatan karena kau punya pengaruh dan bisa menyatukan oposisi.
Salah satu dari itu sudah hilang. Dan meskipun kami memberi saran… bukankah
semua tindakan yang membawamu ke sini adalah keputusanmu sendiri? Apa kau
meremehkan kami?”
Sebuah tangan
muncul dari bayangan dan mencengkeram leher Norris, membuatnya tercekik. Norris
tersentak panik.
“Guh!?
K-Kenapa… kau…”
“Kusatkan
baik-baik. Bukan kau yang menggunakan kami. Kami yang menggunakanmu.
Usahakan jangan sampai kau yang menjadi tumbal.”
Tatapan itu
tidak berperasaan. Ketika Norris hampir pingsan, cengkeramannya dilepaskan.
Norris jatuh tersungkur, terengah-engah.
“Gah!! Kuh…
kuh…!”
Bayangan itu
menatapnya dari atas, lalu bergumam pelan—terlalu pelan untuk Norris dengar.
“Mungkin
sudah waktunya kau tersingkir…”
Sebuah tangan
dari bayangan merayap ke arah Norris yang masih batuk keras—namun tiba-tiba
berhenti. Ada seseorang di dekat situ.
“Hmph… Beruntung sekali kau. Ingat ini baik-baik. Kamilah
yang menggunakanmu.”
“Ugh!”
Wajah dalam bayangan itu memudar. Norris, yang kini sadar bahwa ia selama
ini hanyalah pion, merasakan rasa malu menyengat.
“Keparat…
cuma bayangan…!”
Yang bisa
dilakukannya hanya mengumpat. Saat itulah sebuah suara muncul entah dari mana.
“Sepertinya
kau sedang dalam kesulitan, Norris. Perlu bantuan?”
Norris
berdiri terkejut. Begitu melihat siapa yang berbicara, ia tersenyum miring.
(Aku belum
selesai. Langit memberiku kesempatan… masih ada hal yang harus kulakukan!)
Dengan kemunculan sekutu tak terduga itu, Norris yakin takdirnya belum berakhir.


Post a Comment